"Jiwa raga kami warga perbatasan adalah untuk NKRI", kalimat nasionalis yang terpampang disalah satu ruko pasar Kec. Badau Kab. Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat salah satu daerah Indonesia yang berbatasan daratan langsung dengan Malaysia.
Belum lama ini aku kesana bersama salah satu seniorku di Mapala Untan sebut saja "Bang Bakol", kebetulan Kota Putusibau yang merupakan ibukota Kapuas Hulu adalah daerah asalnya. Backpacker-an bagiku maklumlah mahasiswa yang tegabung dalam komunitas petualang kere yang memegang prinsip yang diadopsi dari ilmu ekonomi “dengan modal seminimal mungkin bepergian untuk mendapatkan keindahan alam semaksimal mungkin”.
20 jam diperjalanan kami lalui start Pontianak – finish Badau menggunakan mobil si Bos dengan melewati medan yang beragam, mulai dari datar hingga pegunungan yang beraspal, berlubang, berbatu dan berlumpur dimana gerak kami diikuti pemandangan gunung, tebing, riam, dan pemukiman penduduk serta tak luput tikus ukuran jumbo yang sembarangan melintas di jalan raya (BAB*N) sungguh menyuguhkan sensasi luar biasa bagi yang perdana. Empat Kabupaten terlewati jika perjalanan melalui Jl. Trans Kalimantan yaitu Kubu Raya, Sanggau, Sekadau dan Sintang barulah tiba di Kapuas Hulu. Hari pertama kulewati diperjalanan, setiba di Badau kami kembali pulang ke Putusibau untuk beristirahat, total waktuku diperjalanan bertambah 3,5 jam, di Kec. Kedamin Hilir tepatnya.
Saat berkeliling kota, Kerupuk basah menjadi kuliner khas yang banyak ditawarkan di warung makanan hingga café dengan beragam pengolahannya mulai dari kukus hingga goreng dengan bentuk yang persegi panjang ataupun tabung. Bagi yang belum tau sedikit ku jelaskan setahuku kalau pada bagian tengah kerupuk basah diberi lemak ikan yang membuatnya maknyos dilidah, ikan yang biasa digunakan belida atau toman, semakin lama kerupuk basah disimpan setelah pengolahan selesai semakin enak rasanya. 1 porsi dihargai Rp 5.000,- hingga 10.000,- menyesuaikan dengan daftar menu pesanan mas atau mbak bro sendiri. Hampir terlupa, untuk memakannya ditambah saos kacang yang menjadi resep tersendiri masing-masing penjual, inilah yang membuat perbedaan rasa antara kerupuk basah yang dipesan. Selain itu ikan Lais dan Madu juga menjadi kuliner unggulan Putusibau, ikan yang biasa diolah dengan cara Salai dan Madu yang dipaketkan dengan kaleng yang berstandar International Standardization Organization (ISO) seharga Rp 60.000,- serta adapula yang masih dijual perkilo dengan harga yang berkisar Rp 90.000,- sampai Rp 120.000,-/kg.
Yang tak kalah menarik adalah potensi wisata alam, puncak-puncak yang tertutup awan di Gunung Tilung dan Lawit, hamparan air di Danau Sentarum, tebing terjal menjulang dipegunungan menawarkan kenimatan untuk pemanjat, gemercik suara arus riam sungai yang mengalun syahdu, serta goa yang memiliki kegelapan abadi dan masih banyak lagi yang belum terekspose.
Wow,,, kata ini menjadi penutup dari sepenggal kisahku disana. (syh0278/tb)
0 comments:
Post a Comment