Bulan April 2013 kemarin satu anggota Mapala Untan menyelesaikan pendakian Gn. Bukit Raya (2278 mdpl) di perbatasan Kalbar dan Kalteng. Pendakian ini menggunakan jalur normal dari Pontianak menuju Sintang, kemudian Melawi, Nanga Serawai, Jelundung dan Rantau Malam. Start pendakian dimulai dari Desa Rantau Malam. Pendakian ini merupakan kali ketiga setelah tahun 1992, 1999, dan saat ini tahun 2013. Ada yang menarik dari tahun pendakian ini, tahun pertama dan kedua berjarak 7 tahun. Tahun kedua dan ketiga berjarak 14 tahun. Semoga pendakian berikutnya tak perlu menunggu 28 tahun lagi....
Pendakian Bukit Raya 2013. Dok. Mapala Untan
Pendakian Bukit Raya 2013 ini dalam rangka “menemani” sekelompok pendaki gunung dalam ekspedisi Seven Summit Indonesia. Bukit Raya merupakan salah satu target dalam 7 puncak gunung tertinggi di Indonesia dan Kalbar merupakan pintu masuk yang paling memungkinkan untuk melaksanakan pendakian karena akses yang lebih mudah dan telah beberapa kali dilakukan pendakian. Mapala Untan dapat mengambil peran sebagai tuan rumah karena tidak ada Kelompok Pencinta Alam lain yang lebih banyak mendaki Bukit Raya daripada Mapala Untan.
Mengamati foto-foto perjalanan mulai dari Serawai sampai ke Bukit Raya, ada yang mengganggu perasaan saya. Air sungai yang dulu kami lewati berwarna bening dan kebiru-biruan sekarang telah menjadi coklat kotor. Aktivitas PETI ( Penambangan Emas Tanpa Izin) yang dilakukan di tepi sungai mulai marak. Dulu hanya 1 atau 2 buah PETI di tepi sungai, sekarang tak terhitung. Mungkin situasi dan kondisi yang memaksa masyarakat melakukan hal tersebut dan ada cukong yang mendanai mereka. Jika ada pekerjaan lebih layak dan menguntungkan, tentunya mereka akan beralih ke pekerjaan lain.
Kembali ke tahun 1992 dimana kami pertama kali mendaki Bukit Raya, hutan masih sangat lebat. Pepohonan sangat rimbun dan sinar matahari sulit menembus tajuk pohon, sejuk dan teduh berada di bawahnya. Hutan lumut, kami menyebut tempat yang dipenuhi vegetasi lumut yang sangat tebal merupakan tempat eksotik yang penuh kenangan yang mungkin tak ditemui lagi di gunung manapun di pulau Kalimantan. Vegetasi lumutnya masih sangat rapat dan tebal, sehingga jika kita ingin melewatinya harus melepaskan Ransel atau Carrier. Mendorongnya melewati lorong seperti gua dan barulah kita merangkak melalui lorong tersebut. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan selama mendaki gunung...
Ekspedisi Bukit Raya 1992. Dok. Mapala Untan.
Saat ini dari foto-foto terakhir yang terlihat, kerapatan hutan sudah mulai berkurang. Sinar matahari sudah dapat menembus kerapatan daun pepohonan. Perjalanan dari Rantau Malam menuju Koronghape sebagai titik start pendakian Jelundung sudah dapat menggunakan sepeda motor atau ojeg melalui bekas main road PT. 88 atau PT. Batasan. Jarak tempuh kurang lebih 7 KM dengan waktu tempuh 25 sampai 30 menit, dengan biaya Rp. 50.000,-. Pada edisi pertama dan edisi kedua pendakian Bukit Raya kami harus berjalan 30 sampai 45 menit dari desa Jelundung sebagai titik start pendakian menuju Rantau Malam yang masih berupa dusun pada saat itu. Sebuah perbedaan yang sangat siginifikan.
Ekspedisi Poligon Bukit Raya 1999. Dok. Mapala Untan.
Melihat foto hutan lumut saat ini ada perbedaan yang sangat mencolok dibandingkan dengan edisi pertama dan kedua. Dari foto yang nampak, lumut yang dulu sangat tebal dan rapat saat ini mulai meranggas. Masih ada bagian yang masih tebal lapisan lumutnya tetapi sebagian besar sudah mengering dan mati. Tak tampak perjuangan berat melalui hutan lumut seperti yang kami lakukan pada edisi pertama dan kedua. Mungkin Global Warming sudah melanda Bukit Raya, ini tampak dari habitat lumut yang semakin berkurang kepadatannya. Kemudian semakin banyak pendaki yang melalui jalur tersebut, semakin banyak kerusakan yang mungkin terjadi. Baik disengaja maupun tidak disengaja. More People More Scars Upon The Land. (John Denver).
Ekspedisi Bukit Raya 1992. Dok. Mapala Untan.
Pendakian Bukit Raya 2013
Memori 2 dekade lalu ketika melakukan pemotretan di kaki Gn. Bukit Raya, sangat sulit mendapat gambar yang terang dan cerah. Kondisi hutan yang masih lebat dan naungan yang rapat membuat suasana cukup gelap dan kamera yang digunakan hanya kamera saku, sehingga gambar yang dihasilkan sangat terbatas jumlahnya dan minimalis sekali. Bandingkan dengan kondisi saat ini dengan sebuah Memory Card 8 GB dapat menyimpan foto sebanyak 1800 file dengan kualitas yang cukup bagus. Pengaturan kamera yang dapat diubah sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan situasi pemotretan, sehingga dapat menghasilkan gambar yang lebih baik. Kemajuan teknologi mengharuskan kita untuk cepat beradaptasi, tidak hanya dari segi peralatan saja tetapi juga pengetahuan. Tetapi sebagai pencinta alam khususnya Mapala Untan, kita tidak boleh melupakan jati diri sebagai konservator, bukan hanya sebagai petualang atau pendaki gunung saja..
Teringat dengan pesan senior terdahulu, jangan ambil sesuatu kecuali foto dan jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak sepatu...
ALB – MAPALA UNTAN
MUHERMAN, SP (MPA-U.9110156/TA)
Pontianak, Kalimantan Barat
bandara terdekat untuk ke bukit raya itu di Pontianak ya?
ReplyDeleteButuh waktu brp lama dari pontianak kekaki desa, naik-puncak hingga turun lagi ke keki desa dan kembali ke pontianak??
maaf, sangat sulit sekali mendapatkan informasi untuk k bukit raya.
bandara terdekat memang hanya ada di Pontianak, tapi kalau memang punya dana bisa naik pesawat kecil sampai ke lapangan terbang di kota Nanga Pinoh,
ReplyDeleteUntuk berapa lamanya, silahkan baca
http://mapala-untan.blogspot.hk/2013/05/pendakian-bukit-raya-2278-mdpl-2013-1.html
Salam Lestari Alam
wah ini di taman nasional bukit baka bukit raya ya
ReplyDeleteemang disana tempat nya masih alamai banget dekat dengan kota saya yang di melawi (nanga pinoh)
salam konvervasi :D
oktober 2016 kami berencana ke bukit raya saat ini sedang mencari informasi. boleh minta kontak tmn2 yg sudah peranh ke bukit raya ? pin bb saya 2a017df5. terima kasih
ReplyDelete