Teduh hari setelah semalaman diguyur hujan yang masih
menyisakan mendung. Belum habis kegembiraan pemenang Lomba Jelajah Alam dan
belum selesai pula lelah para panitia penyelenggaranya yang harus kembali
melakukan aktifitas belajar seperti biasa. Kami yang diminta menjadi fasilitator,
instruktur dan juri telah selesai melaksanakan tugas dan berpamitan pulang
dengan pihak sekolah.
Seperti biasa sayang rasanya jika langsung meninggalkan
tempat yang didatangi tanpa meninggalkan jejak kenangan dengan menyalurkan
hobi. Akhirnya diputuskan pergi menyegarkan otak dan otot ke Bukit Rentap,
Baning Panjang, Sintang. Beberapa panitia turut ikut menemani setelah mendapat
izin dari sekolah. Kendaraan bermotorpun dipacu dengan menempuh 2 jam
perjalanan dari Sungai Tebelian. Sepanjang perjalanan dengan jalan menanjak dan
menuruni aspal pemandangan indah tersaji, siap disantap mata. Mungkin Tuhan
sedang senyum saat menciptakannya dalam pikir ini. Perlahan Bukit Kelam yang semula jauh semakin mendekat,
dekat, kemudian menjauh dan jauh lagi. Disambut pemandangan Bukit Luit yang
tampak seperti anak dari Bukit Kelam, dan pada akhirnya kami tiba tepat didepan
Bukit Rentap. Gemerlap air yang mengalir dibatuan andesitnya terpantul oleh
cahaya matahari sesekali menyilaukan mata.
Di Bukit Rentap terbentang tebing dengan ketinggian variatif
50-100 meter dari permukaan tanah (mdpt). Cacat permukaannya tampak lebih
banyak daripada Bukit Kelam, begitupula dengan lekukan permukaan kontur
tebingnya. Masih ditempat yang sama pada tahun 2010 saat saya pertama kali menjamahnya, disamping air terjun kami
mulai menyegarkan otak dan otot. Niat awal hanya ingin memanjat tebing untuk
menaiki ketinggian, namun ketika tiba kami turun terlebih dahulu dibawah
guyuran air terjun di Bukit Rentap. Ingin lebih lama lagi namun tiket bus yang
sudah dibeli untuk keberangkatan pulang ke Pontianak malam hari menyadarkan
untuk segera menyalurkan hobi diketinggian.
Peralatan panjat mulai disiapkan, jalur mulai diamati. Dengan
syal kebanggaan dikepala, saya menjadi leader. Pandang, pegang, pijak dan
pasang pengaman. Runner mulai
terlilit di penambat alam (natural anchor),
phiton sudah tertancap dicacat
tebing, frend membantu naik
ketinggian. Sesekali lelah menghampiri, namun dengan skyhook yang membantu hal itu sekejap saja berlalu. Artificial climbing yang kami lakukan
arahnya lebih ke petualangan atau sering dikategorikan traditonal/trad/adventure climbing yang menghalalkan segala cara
untuk menambah ketinggian, namun mengharamkan merusak tebing alam. Sesekali
percikan air terjun yang tertiup angin menyegarkan wajah, karena itu permukaan
Tebing Rentap sedikit berlumut dan licin kala musim penghujan seperti saat kami
memanjatnya kali ini. Single pitch climbing
pertama selesai, tak banyak waktu untuk berlama, sang belayer kini bertugas menjadi cleaner
berteriak “on bilay”. Hanya 75 % saja
yang dapat dibersihkan kami harus bergegas turun karena waktu sudah menunjukkan
pukul 16.00 WIB sesuai dengan batasan waktu yang telah direncanakan. 2,5 jam
kami memanjat, belum puas rasa hasrat manusiawi ini. Namun 2 jam perjalanan kembali
ke Sungai Tebelian menunggu untuk naik bus yang dipesan 19.30 WIB. Selain itu
juga kami harus mampir berpamitan ketempat salah satu senior sekaligus
mengambil peralatan yang akan dibawa pulang pasca acara Lomba Jelajah Alam.
Saya dan salah satu dari kami berempat kembali lebih dulu,
meninggalkan 2 rekan yang memang ingin memanjat sampai puas. Lagipula mereka
masih 3 hari ada di Sintang. Secarik coretan dari Rentap, ingin rasanya menetap.(syh.278/tb)
0 comments:
Post a Comment