Puncak Bawang kala Ramadhan


Gunung bawang atau yang disebut warga Dusun Sengabang Desa Suka Bangun Kecamatan Sungai Betung sebagai Gunung Lembut berketinggian 1465 Mdpl merupakan satu koleksi gunung yang didaki oleh tiga anggota MAPALA UNTAN yaitu saya (Rio Afiat), Alif Jufenel Defi Santara Legono & Jeanne Estevina Rani Rondonuwu. Gunung Bawang memang bukan gunung yang asing dan istimewa, namun yang membuat pendakian ini istimewa yaitu pendakian yang dilakukan pada bulan Ramadhan yang kemudian saya sebut dengan istilah ‘Petualangan Ramadhan Ala MAPALA UNTAN’.

Sesuai dengan jadwal yang direncanakan jauh sebelum ramadhan, 2 kegiatan alam bebas terlaksana dengan baik yang dikemas dalam kegiatan ‘MAPALA UNTAN Spesial Ramadhan’ yang memang belum pernah ada pada ramadhan-ramadhan sebelumnya. Panjat tebing & pendakian gunung.

Pada dasarnya panjat tebing dan pendakian gunung dilakukan di bulan Ramadhan tidak lain hanya untuk menghapus paradigma bahwa dibulan Ramadhan tidak bisa berkegiatan di alam bebas dan menghilangkan kejenuhan menatap kesemerautan kota. Hik hik hik…

Kembali ke Gunung Bawang. Salah satu gunung di Kalimantan Barat dengan dengan ketinggian 1460 Mdpl ini bukanlah puncak yang mudah untuk ditempuh, namun walaupun dalam kondisi berpuasa, kami sukses mencapai puncak tersebut dengan waktu yang lumayan cepat, yaitu dengan total perjalanan 8 jam, istirahat kira-kira 2 jam. Pendakian sangat menghabiskan tenaga, hal ini dikarenakan tingkat kemiringan jalur yang hanya dapat ditempuh dengan metode scrambling (dengan bantuan kaki & tangan). Pendakian dimulai dari ketinggian 260 Mdpl, dapat dibayangkan seperti apa kemiringan jalur. Ketinggian 1200 Mdpl ditempuh kurang dari sehari.
Pendakian bermula pukul 06.00 wib, dan tim tiba di puncak tepat pukul 14.00 wib. Menurut  Pak Amen (Serva yang mirip Migsaw) pendakian kami termasuk lambat. Sebenarnya puncak gunung bisa ditempuh selama 4 jam. Keterlambatan ini disebabkan oleh JERR yang mungkina dalam kondisi kurang fit sehingga gerakannya agak lama.

Panas terik mengantarkan kami ke puncak, namun terpaan angin terasa dingin menyentuh kulit padahal jam baru menunjukkan pukul 16.00 wib. Ditengah panas yang terik, kami memakai jaket tebal, bukan karena panas namun dingin yang menyelimuti gunung.

Matahari kian menepi, gelap datang menghampiri beserta dingin yang terus menyelimuti. Awan mulai menutupi cerahnya langit. Dari ketinggian puncak terlihat sinar-sinar lampu kota, Singkawang, Bengkayang & Sanggau Ledo. Satu hal yang paling menarik pada malam ini, adalah bulan yang terang benderang menyinari alam yang selama ini belum pernah kami tatap dari puncak gunung.

Keheningan malam mengantarkan satu demi satu jiwa terdiam terlelap dalam dinginnya malam. Sementara aku & Alif masih menunggu nasi untuk sahur yang hampir satu jam belum juga matang. Tubuh lelah, dingin semakin menusuk, kami kalah oleh waktu dan kemudian menyusul tidur. Pukul 21.00 teng.
Masih dalam kondisi dingin, kami kembali bangun untuk makan sahur, bulan dan lampu-lampu kota masih saja bersinar. Menu sahur yang sangat sederhana kami nikmati dengan ditemani secangkir jahe panas.
Menjelang pagi, semua bangun & saya bergegas menunaikan shalat shubuh. Jeanne & Pak Amen sarapan, sementara aku dan Alif mengemas barang-barang. Dengan rasa puas yang tak hingga, kami mulai menuruni jejak-jejak petualang untuk kembali ke camp awal.

Langkah demi langkah kami berjalan, melewati Batu Buhu, Gunung Marabi, kemudian Melewati Sungai Marabi dan akhirnya sampai di camp awal (PLTAM) pukul 13.00 wib. Lantas aku dan yang lain mandi di sungai sekitar PLTAM tersebut dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju kampung. Perjalanan selanjutnya, pulang kembali ke kota.

Lihat dokumentasi lainnya? Klik disini

1 comment: